Tampilkan postingan dengan label Danau Purba Cikijing. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Danau Purba Cikijing. Tampilkan semua postingan

Jumat, 23 Oktober 2020

Danau Purba Cikijing

(Tulisan Hutan Rimbun tahun 2012 yang di muat ulang di blog ini)

Silahkan ini di cap sebagai isapan jempol semata, saya tidak peduli, karena saya bukan siapa-siapa dan secara keilmuan pun sangat-sangat jauh untuk dipecaya sebagai kajian ilmiah, apalagi saya tidak bergelar strata pendidikan karena biasanya orang lebih menganggap ilmiah pada tulisan yang dibuat orang bertitel.

Ini hanyalah sebuah analisis prematur saya terhadap lingkungan saya sendiri yang kebetulan saya dilahirkan dan dibesarkan di Cikijing, Jawa Barat. Dimana kawasan ini tepat berada di kaki gunung Cereme yang dari tahun 2004 statusnya meningkat menjadi Taman Nasional Ciremai (BTNGC).


G. Ciremai dilihat dari Wd. Darma


Dasar Pemikiran

  1. Melihat dan membaca tentang Danau Purba Bandung di internet dan teringat gurauan saya di facebook mengenai bahwa ‘’Cikijing teh kurang leuwih sarua jeung Bandung....”
  2. Saya jadi teringat dulu teman saya cerita tentang sesepuhnya yang pernah bilang bahwa Cikijing itu merupakan sebuah danau dan akan kembali jadi sebuah danau.
  3. Akhirnya saya buka google map dan saya bandingkan dengan peta situs danau purba bandung.. eh ternyata ada kemiripan.
  4. Pikiran saya langsung menjurus ke sejarah Talaga Manggung karena Cikijing memang dulunya dibawah kewadanaan Talaga.


Danau Purba Cikijing
Danau purba ini entah apa namanya, mau disebut Danau Purba Talaga? silahkan! hanya mungkin lucu juga sebab danau kan kurang lebih artinya sama dengan Telaga (talaga; sunda) jadi selanjutnya kita sebut saja Danau Purba Cikijing ya... hehehe... silahkan protes !


Danau ini terbentuk berbarengan dengan lahirnya gunung Cereme generasi kedua (Gn. Api Gegerhalang). Gunung Cereme merupakan gunung api generasi ketiga, generasi pertamanya ialah suatu gunung api plistosen dan generasi keduanya adalah gunung Gegerhalang yang meletus dan membentuk kaldera yang memunculkan gunung Cereme sekarang dan diperkirakan terjadi sektir 7.000 tahun yang lalu (wikipedia.org; Situmorang,1991). Namun ketika Gegerhalang meletus dan melahirkan gunung Cereme, danau ini mungkin terkubur material letusan Gegerhalang sehingga terjadi pendangkalan dan berubah menjadi rawa (Rancah_Sunda).

Danau Purba Cikijing ini berada di ketinggian 600-650 mdpl dengan luas ± 115.635.191 m² yang membentang dari timur hingga ke barat, di ujung barat dari danau ini mengalir sungai Cilutung dan sebelah selatan mengalir pula sebuah sungai ke arah ciamis yang sekarang sudah hilang dan mungkin berubah jadi jalan raya Cingambul-Ciamis. Sungai sungai ini berfungsi sebagai tempat buangan air dari danau purba tersebut.


Kerajaan Talaga Manggung 
Sejarah tentang kerajaan Talaga Manggung memang masih banyak ditelusuri dan diteliti, diantaranya dimanakah letak kerajaan ini ? kenapa di beri nama kerajaan Talaga Manggung ?

Kalau melihat dari arti kata; Talaga(Danau), Manggung (atas), atau bisa juga dari kata Panggung; Manggung berarti naik ke panggung/atas, jadi Talaga Mangggung berarti danau yang berada di atas. Definisinya berarti kerajaan Talaga Manggung adalah sebuah kerajaan yang terletak di sebelah barat gunung Cereme dekat sebuah danau yang posisi danau tersebut berada di dataran ketinggian.

Penalaran ini setelah saya membaca tulisan Hawe Setiawan tentang Bujangga Manik; seorang pengembara keturunan bangsawan dari kerajaan Pakuan yang pernah melintasi daerah sekitar gunung Cereme.

1195. Itu ta bukit Caremay,
tanggeran na Pada Beunghar,
ti kidul alas Kuningan,
ti barat na Walangg Suji,
inya na lurah Talaga.

1715. pramata ko(m)bala hi(n)ten,
sarba e(n)dah sagala.
Pakarang cacaritaan,
Carita Darma Kancana,
ti manggung kula(m)bu hurung,

1720. ti ha(n)dap kulambu le(ng)gang,
paheutna naga pateungteung,
di tengah naga werati,
ti handap naga paheu(m)pas,
Werak ngigel di puncakna,

(Sumber : Makalah Bujangga Manik /Hawe Setiawan, diunduh tgl. 24 Nop ‘12)


Sampai saat ini masyarakat memilih Situ Sangiang sebagai daerah dimana pernah berdiri kerajaan Talaga Manggung ini, memang masuk akal juga kalau melihat letak geografisnya, Situ Sangiang berada di ketinggian 1.000 mdpl persis di bawah gunung Gegerhalang dan disekitar Situ Sangiang sebelah timur terdapat kawasan yang datar dan cukup luas untuk sebuah kerajaan, menurut perkiraan saya tempatnya sekarang antara Citaman, Sangiang, dan arah ke Bunut. Hanya saja kemungkinan pas kejadian gunung Cereme meletus dahsyat keadaan sekitarnya banyak berubah, kalau memperhatikan Gegerhalang sebelah barat sekarang, bekas longsorannya masih terlihat jelas. Tapi ada juga yang bilang bahwa letaknya ada dibawah Situ Sangiang di daerah Desa Kagok Kec. Banjaran yang bernama daerah Walang Suji.

Masih simpangsiurnya letak dimana istana kerajaan ini memunculkan berbagai kemungkinan-kemungkinan karena tidak sedikit pula yang menyakini bahwa kerajaan Talaga Manggung ini perkiraannya berada di daerah ibu kota Kec. Talaga sekarang, letaknya memanjang dari Desa Salado, Talaga Wetan, sampai ke Desa Talaga Kulon sebab memang hanya daerah itu yang dianggap datar dan cukup luas untuk sebuah kerajaan, jika keberadaan Danau Purba Cikijing ini benar, berarti cerita danau purba inilah yang dipakai untuk nama kerajaan Talaga Manggung karena Danau Purba Cikijing ini berada di ketinggian 600-650 mdpl. Apakah waktu jaman kerajaan masih berupa danau atau sudah berubah jadi Rawa (Ranca_sunda) ? itu perlu penelitian lebih lanjut.

Mengapa Bujangga Manik tidak menyebut-nyebut daerah danau atau rawa ini, mungkin karena waktu itu dia hanya menelusuri sebelah utara gunung Cereme. Dari daerah Salado, Ganeas, Cipeucang, Sampai Kota Talaga, memang merupakan bukit yang landai kecuali sebelah selatannya hampir berupa jurang karena mungkin waktu dulu itu merupakan tebing yang berbatasan dengan danau purba, sehingga menurut saya tepatlah kalau misalkan daerah ini dicurigai sebagai lokasi kerajaan, dari sanapun leluasa melihat seberang danau yaitu gunung Bitung dimana tempat Raden Panglurah bertapa dan memang pada awalnya juga raja Talaga Manggung ini merupakan keturunan dari kerajaan Galuh yang memang posisinya berada di selatan gunung Bitung.


Letak Geografis
Berada di kaki gunung Cereme sebelah selatan berbatasan dengan Kab. Kuningan sebelah Timur dan Kabupaten Ciamis sebelah Selatan. Danau ini secara administratif masuk wilyah Kec. Cikijing, Kec. Cingambul, dan Kec. Talaga di Kabupaten Majalengka. Dahulu wilayah ini masuk kedalam kekuasaan kerajaan Talaga Manggung, mungkin saja nama kerajaan juga di ambil dari cerita orang dulu bahwa kerajaan ini terletak di dekat sebuah Danau yang berada di kaki gunung, yaitu Danau Purba Cikijing ini, sebab logikanya bahwa setiap manusia demi penghidupannya selalu memilih tempat yang lapang dan dekat dengan sumber air.


Danau ini di aliri Sungai Cilutung yang berhulu di gunung Gegerhalang, sekarang ini mungkin karena pergeseran jaman sungai ini dari hulunya sudah mengering adapun sekarang di wilayah desa Campaga masih mengalir dengan debit yang masih sangat besar, itu karena kantong kantong sumber air di wilayah Cikijing yang masih tersedia dan mengalir ke sungai ini.

Areal yang dicurigai sebagai Danau Purba Cikijing, ini memang berupa cekungan yang dikelilingi gunung dan perbukitan, di sebelah timur ada Gunung Panenjoan, Perbukitan Cipadung, di sebelah Selatan ada Gunung Bitung, di sebelah Barat ada perbukitan Cibeureum dan Cikeusal, di sebelah Utara ada Gunung Gegerhalang dan Cereme.


Sumber Air 
Hampir semua mata air di kawasan Gunung Gegerhalang sebelah selatan mengalir kedaerah Danau Purba Cikijing, selain danau ini merupakan penampungan air hujan, sungai utama Cilutung juga mengaliri danau ini, banyak sungai yang telah menghilang airnya, dan mengalami penyempitan.

1. Sungai Cilutung 
Sungai ini berhulu di Situ Cileunca persis di bawah puncak Gegerhalang sebelah selatan, diareal ini tepatnya di bawah lokasi situ terdapat maka kuno yang mulai tersiar kabarnya sekitar tahun 2001, itu setelah dilakukan penelusuran oleh anggota Karang Taruna Ciinjuk. Areal pemakaman ini dikeramatkan, terutama makam Embah Jambrong (Banyu Geni), jumlahnya sangat banyak bahkan masih ada yang belum di bersihkan dari semak belukar. Memang sangat aneh ditengah hutan belantara ada makam yang berjumlah hampir 40 makam. Apakah disana dulunya perkampungan ? memang perlu penelusuran lebih dalam.

(Bendungan Cilutung yang sudah mengering di desa Gunungsirah)

Sungai Cilutung mengalir melewati beberapa daerah diantaranya Cipulus, Gunungsirah, Colom, Jagasari, Gumuruh, Sindang, Jatipamor, dan Campaga. Sekarang sungai ini dari Gegerhalang sudah kering dan sumber airnyapun hanya berasal dari leuwigeni(Langkob) di desa Jagasari.

(Sumber air Cilutung sekarang di Leuwigeni desa Jagasari)


2. Sungai Cipadung
Sungai ini juga mengalir ke Cilutung, tepatnya berada di desa Sindangpanji, dan sumber airnya dari Gunung Panenjoan, sungai ini bisa dikatakan telah mengering karena terpengaruh musim, apabila musim kemarau datang sungai ini mengering. Di sungai ini karena kondisi tanahnya curam, maka banyak di temui curug-curug kecil dengan ketinggian 2-3 meter sayang lokasinya tidak terawat, padahal ini merupakan aset bagi Kec. Cikijing dalam segi pariwisata disamping usaha pelestarian alam. Aksesnya pun sangat mudah karena dekat dengan jalan raya Cikijing-Kuningan. Dari kota Cikijing hanya memerlukan waktu tidak kurang dari 15 menit. 
(Salah satu Curug Batulawang di sungai Cipadung)

Komunintas AIR (Aktivitas Rimbawan) pada bulan Maret 2012 mencatat ada 7 buah Curug yang ada di aliran sungai ini dan diberi nama Curug Batulawang. Menurut cerita para orang tua, bahwa ada satu curug lagi yang dulu sangat terkenal dan sampai terlihat ke daerah Campaga.

(Cekungan batu di sungai Cipadung)

Di Cipadung batuannya berupa batuan cadas yang sering dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk bahan pembuatan Batu Nisan dan Batu Asahan, kalau kita main kesini bekas tempat galiannya yang berupa cekungan-cekungan menjorok ke dalam tebing menyerupai goa-goa kecil, namun jalan dari Curug satu sampai tujuh masih dalam tahap pembenahan dan arealnya pun masih perlu ditata sehingga nantinya memudahkan pengunjung yang berniat kesana.


Sawahlega (Rancah)
Inilah kawasan sekarang yang ditenggarai sebagai bekas Danau Purba Cikijing, di kawasan persawahan ini pun terbagi-bagi lagi menjadi beberapa nama sesuai dengan wilayah, mitos, legendanya masing masing. Namun satu hal yang sama bahwa hampir merata kawasan ini merupakan sawah dalam (Rancah/Rawa). yang masih saya ingat waktu kecil sekitar tahun 1989 di bagian tengah dari kawasan Sawah Lega ini, yang sekarang jalan Cikijing-Ciamis, para petani untuk memanen padinya harus menggunakan perahu kecil, sebab kedalaman lumpurnya pun pada waktu itu sampai paha bahkan bisa mencapai pinggang orang dewasa.

(Sawalega dilihat dari Cipadung)

Dikawasan sebelah timurnya banyak sekali dijumpai Kijing dan Remis; sejenis kerang yang berwarna kekuning-kuningan berbentuk menyerupai hurup D, dan dari nama sejenis kerang inilah akhirnya muncul nama wilayah Cikijing.

(Kijing yang sudah jarang ditemui di Cikijing)

Kesimpulan 
Danau Purba Cikijing memang masih perkiraan, sebab perlu adanya penelitian dari orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Namun apabila benar adanya, maka banyak yang akan tergali dari sejarah di sekitar danau ini. Kebanyakan sejarah berawal dari cerita dulu atau Folklor, namun alangkah bijaknya apabila kita tidak terlalu cepat memvonis bahwa itu adalah hanya sebatas mitos atau legenda. Di Rusia saja mereka memerlukan waktu 20 tahun untuk meneliti keberadaan danau purba yang tertimbun es. 

Belum lagi riwayat-riwayat tokoh dahulu di kita yang sangat berjasa dalam upaya ngababak suatu wilayah, yang berjasa dalam penyebaran Islam, sehingga kita sekarang nyaman berdiam di wilayah ini. (Hal ini belum sempat saya telusuri, karena pasti memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit) 

Kita sebagai orang Cikijing khususnya, mengapa tidak mencoba menggali potensi sejarah, alam, dan budaya kita? apa karena kita penduduk yang mayoritasnya adalah pebisnis ? saya takut ini akan berdampak nantinya, saya yakin kedepan, bahwa seiring dengan kebutuhan manusia akan hunian, maka tanah akan semakin sempit, hutan akan semakin gundul, dan air akan semakin kering. Singkatnya... MUSIM KEMARAU KEKERINGAN, MUSIM HUJAN KEBANJIRAN DAN KELONGSORAN.

Dengan awalnya mengenal sejarah, mengenal wilayah, dan bisa melihat dampak dari kemerosotan kualitas lingkungan di wilayah kita, Saya hanya berharap bahwa nantinya ada orang yang mampu untuk melakukan terobosan dalam upaya pelestarian lingkungan di wilayah Kec. Cikijing ini DEMI KEPENTINGAN BERSAMA.

hr '12




Gunung Ciremai | Kebun Teh Citaman